Minggu, 30 Mei 2010

Semiotik

SEMIOTIK

Kata Semiotik berasal dari kata Yunani seme; semeiotikos; penafsir tanda; yang berarti ‘tanda’, ‘sign’ dalam bahasa Inggris. Semiotik ialah ilmu yang mempelajari sistem tanda, seperti bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya; dan merupakan suatu ilmu analisis tanda / studi tentang bagaimana sistem penandaaan berfungsi.



Semiotika dirintis pertama kali oleh Plato yang memeriksa asal muasal bahasa. Dan kemudian Aristoteles yang mencermati kata benda dalam bukunya Poetics dan On Interpretation dan melakukan penelitian empiric untuk pertama kalinya.



Tanda
Terdapat perbedaan mendasar mengenai tanda, yaitu antara tanda alami (natural) dan tanda yang disepakati (konvensional). Contoh dari tanda ialah Symptom, sedangkan contoh tanda alami seperti gejala alam (mendung), dan contoh dari tanda konvensional ialah rambu lalu lintas.
Perkembangan
a. St. Agustinus (354 – 430) mengembangkan teori tentang signa data (tanda konvensional). Persoalan tanda menjadi obyek pemikiran filosofis. Dimana studi dibatasi mengenai hubungan kata fisik dengan kata mental.

b. William of Ockham, OFM (1285 – 1349) mempertajam studi tanda. Tanda dikategorikan berdasarkan sifatnya. Apakah ia di alam mental dan bersifat pribadi, ataukah hanya diucapkan/ ditulis untuk public.

c. John Locke (1632 – 1740) melihat eksplorasi tentang tanda akan mengarah pada terbentuknya basis logika baru. Hal ini tertuang dalam karyanya “An Essay Concerning Human Understanding (1690)”.



Semiology

Konsep semiologi diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure (1857 – 1913) dari Swiss yang dahulu mengajar sansekerta dan liguistik sejarah. Pendekatan Saussure tentang bahasa berbeda dari pendekatan filolog abad 19, dimana ia mengkaji linguistik secara sinkronik bukan secara diakronik. Saussure mendefinsikan tanda liguistik sebagai entitas dua sisi (dyad). Sisi pertama disebut penanda (signifier) dan sisi kedua adalah petanda (signified).
Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan, Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa.

Tanda liguistik (antara penanda dan petanda) bersifat arbitrer (terserah pengguna) contoh di Indonesia disebut anjing, dan di inggris disebut dog. Konsep tantang anjing tidak harus dibangkitkan oleh penanda dalam bentuk bunyi a/n/j/i/n/g; karena bagi orang Ingris penertian anjing diperoleh melalui kata “dog”.

Terhubungnya sebuah penanda dan petanda hanya dapat dimungkinkan oleh bekerjanya sistem relasi atas kesepakatan (konvensi). Tanda dapat bekerja karena ada difference, artinya dia dapat dibedakan dengan tanda – tanda lainnya.

Fenomena bahasa dibentuk oleh dua faktor; parole – ekspresi kebahasaan dan langue – sistem pembedaan di antara tanda – tanda. Struktur konsepsi dasar tentang langue berkaitan dengan kombinasi dan substitusi elemen – elemen bahasa (hubungan paradigmatik-sintagmatik).

Charles Sanders Peirce (1839 – 1914)
seorang filsuf berkebangsaan Amerika. Ia mengembangkan filsafat pragmatisme
melalui kajian semiotic, dan Teori tanda yang dibentuk oleh tiga sisi:
a. Representamen (tanda) b. Objek (sesuatu yang dirujuk oleh tanda) c. Interpretant (efek yang ditimbulkan;hasil)
Selain itu terdapat immediate interpretant (makna pertama), dynamic interpretant (makna dinamis), final interpretant (makna akhir).
Peirce memperkenalkan sifat dinamisme internal dalam tanda. Interpretant yang tersamar memungkinkan ia menjelma menjadi tanda baru (rantai semiosis).
Representamen: the form which the sign takes
Interpretant: not an interpreter but rather the Sense made of the sign
Object: to which the sign refers

Contoh: Anjing
Kata “Anjing" sebagai penanda, Konsep dalam otak kita tentang bentuk anjing ialah interpretant, sedangkan gambar atau binatang asli anjing ialah objeknya.


LEVEL TANDA
Tanda yang dikaitkan dengan ground/ representamen dibaginya menjadi:
oQualisign adalah kualitas yang ada pada tanda (mis. warna hijau)
oSinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa / realitas fisik yang nyata. (mis. rambu lalu lintas)
oLegisign adalah norma/ hukum yang dikandung oleh tanda (mis. suara pluit wasit)

LEVEL OBJEK
oIkon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya foto.
oIndeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan; misalnya asap sebagai tanda adanya api.
oSimbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbitrer, hubungan berdasarkan konvensi masyarakat, misalnya kata, bendera

LEVEL INTERPRETANT o Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Tanda tampak bagi interpretant sebagai sebuah keungkinan, misalnya: konsep
o Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai dengan kenyataan. Tanda bagi interpretant sebagai sebuah fakta, misalnya: pernyataan deskriptif
o Argument adalah yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu. Tanda bagi interpretant sebagai sebuah nalar, misalnya : preposisi

Konsep dasar semiotic
Peirce membedakan tiga konsep dasar semiotik, yaitu:
Sintaksis mempelajari hubungan antartanda. Hubungan ini tidak terbatas pada sistem yang sama. Contoh: teks dan gambar dalam wacana iklan merupakan dua sistem tanda yang berlainan, akan tetapi keduanya saling bekerja sama dalam membentuk keutuhan wacana iklan.

Semantik mempelajari hubungan antara tanda, objek, dan interpretannya. Ketiganya membentuk hubungan dalam melakukan proses semiotis. Konsep semiotik ini akan digunakan untuk melihat hubungan tanda-tanda dalam iklan (dalam hal ini tanda non-bahasa) yang mendukung keutuhan wacana.

Pragmatik mempelajari hubungan antara tanda, pemakai tanda, dan pemakaian tanda.



Roland Barthes (1915 - 1980)
Roland Barthes berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Tulisan – tulisan pada majalah Prancis “Les Letters Nouvelles”, membahas ‘mitologi’ bulan ini menunjukan bagaimana aspek denotatif tanda – tanda dalam budaya pop yang menyingkap konotatif (mitos – mitos) yang dibangkitkan oleh sistem tanda yang lebih luas yang membentuk masyarakat.

Semiologi Barthes, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). “Mitos – mitos yang menyelimuti hidup kita bekerja sedemikian halus, justru karena mereka terkesan benar – benar alami. Dibutuhkan sebuah analisis mendalam, seperti yang dilakukan oleh semiotika.”
Barthes mengulas apa yang sering disebutnya sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, berbeda dari denotative atau sistem pemaknaan tataran pertama. Denotasi lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Sedangkan Konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’ dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.

Dalam buku “The Rhetoric of the Image” (1964), terdapat 3 macam pesan yaitu:
Pesan Liguistik; semua kata dan kalimat dalam iklan
Pesan ikonik yang terkodekan; konotasi yang muncul dalam foto iklan (yang hanya berfungsi jika dikaitkan dengan sistem tanda yang lebih luas dalam masyarakat)
Pesan ikonik tak terkodekan; denotasi dalam foto iklan


Umberto Eco
ialah Seorang sejarahwan, penulis esai, novelis dan semiotisi dari Italia. Ia mengatakan bahwa “ tanda dapat digunakan untuk menyatakan kebenaran, sekaligus juga untuk mengatakan kebohongan.”
Eco menganggap tugas ahli semiotika bagaikan menjelajahi hutan, dan ingin memusatkan perhatian pada modifikasi sistem tanda. Eco kemudian mengubah konsep tanda menjadi konsep fungsi tanda. Eco menyimbulkan bahwa “satu tanda bukanlah entitas semiotik yang dapat ditawar, melainkan suatu tempat pertemuan bagi unsur-unsur independen (yang berasal dari dua sistem berbeda dari dua tingkat yang berbeda yakni ungkapan dan isi, dan bertemu atas dasar hubungan pengkodean”. Eco menggunakan “kode-s” untuk menunjukkan kode yang dipakai sesuai struktur bahasa.







OPINI : Secara umum, Semiotik ialah ilmu yang mempelajari sistem tanda, seperti bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya; dan merupakan suatu ilmu analisis tanda / studi tentang bagaimana sistem penandaaan berfungsi. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa setiap tanda baik itu natural maupun tidak, berbentuk atau tidak pastilah memiliki makna yang menyertai.
Contohnya Logo sebuah perusahaan salah satunya BMW


Logo BMW ini pun ternyata memiliki makna dibalik bentuknya. Logo yang berupa lingkaran yang terbagi empat dengan dua warna, putih dan biru langit berselang-seling. Itu melambangkan baling-baling pesawat yang berputar di langit biru.

Simbol tersebut relevan dengan sejarah BMW sebagai pemasok utama mesin pesawat terbang, misalnya 'Red Baron' untuk pemerintah Jerman selama Perang Dunia I.

Pada 1918, ketika perang dunia berakhir, pemerintah Jerman menghentikan permintaan mesin pesawat pada BMW. Kondisi tak punya pilihan saat itu, justru membuat BMW berkreasi. Arah bisnis berubah. Perusahaan tersebut mulai dengan membuat rem kereta api, lalu sepeda bermotor, sepeda motor, dan lalu mobil yang mendunia.



Disusun oleh : Vivi - 915070029

Tidak ada komentar:

Posting Komentar